Nov 30, 2009

Kedung Cempluk Kini

Ini untuk seorang teman masa kecilku, Kedung Cempluk, saat itu airnya masih penuh. Kami biasa mandi slulup di sini rame-rame laki perempuan telanjang bareng2 tidak ada kata malu. Apalagi kalau para senior membawa batang pisang, slulupnya tambah asyik. Tak peduli setelah itu pulang-pulang mata merah dan konangan Eyang Nani kalau mandi di kali, dan konsekuensinya pantat jadi biru-biru.

Pulkam kali ini punya waktu agak panjang sehingga bisa jalan-jalan ke kali dan ke sawah. Mendung tebal melingkupi langit, pemandangan makin indah saja. Orang-orang masing asyik mancing. Kedung Cempluk sekarang airnya susut banyak, tidak bisa dipakai mandi lagi. Han, this is for you ...

Langit makin gelap, mendung tebal membuat seakan-akan langit sebentar lagi akan jatuh. Sempat memotret pohon kelapa single di tengah angin dan mendung, seolah2 tidak takut langit mau jatuh. Kalau teman-teman Asterix tahu ini pasti si pohon kelapa sudah disanjung2 karena tidak takut langit jatuh.


Aku sempatkan lagi foto mejeng di tengah sawah di antara pephonan dan langit mendung. Unik juga jadinya. Kebetulan ada orang ngarit jauh-jauh dari Gentan (entah di mana Gentan ini, pokoknya lain desa, bayanganku sih jauh banget) aku mintain tolong untuk ambil foto.

Setelah pengambilan foto2 ini hujan mulai turun, mula-mula gerimis, lalu mak bres deras sekali, wis acara potret foto model ini jadi buyar, pada lari sipat kuping cari tempat berteduh. Aku lari pulang tentu saja. Sampai rumah ngos-ngosan.

Hujan deras pol tapi cuma sebentar. Aku tertidur saking capeknya lari-lari, terbangun karena ada suara ribut, orang-orang berlari2 menuju kali lagi. Welah dalah, banjir bandang. Seandainya aku terlambat beberapa menit saja tadi keasyikan motret kedung cempluk dan sekitarnya, entahlah aku sudah hanyut sampai mana. Bandingkan kali yang tadi tenang dengan sekarang:

Puas nonton banjir, pulang rumah lagi. Sampai rumah, eh ada bakul bakso ndeso. Maka acara dilanjutkan makan bakso bersama di halaman sambil menikmati hujan. Ada beberapa mas-mas desa Bakalan yang sedang bergerombol, mereka juga jebagian traktiran bakso.

Saat-saat seperti inilah yang membuat hidup sangat berarti. Kumpul anak-anak, dalam kesederhanaan dan kendesoan, makan rame-rame, tak ada yang lebih nikmat dari ini. Aku ibu yang sangat bahagia. Lihat Mbak Sell, pura2nya sedang tergila2 sama Mas tukang bakso, karena bakso ndesonya memang lezat.

2 comments:

manajemenhati said...

kedung cempluk..
indah banget
sulit untuk berucap
hanya getar yang terasa menerpa
dan degub dada ini
tatkala mengenangmu
kamu tetap memenangi jiwaku
pertaruhanku
dan hidupku
Makasih Niet.........
hanya kamu !!!!!!

KitriDewi said...

wadow bapak handoko jan puitis sekaleee. awas nanti ada gosip beredar di mbakalan